Tuan si Naey




Dimulai dengan hari dimana tergesa-gesanya aku menuju ke tempat pemberhentian bus saking tidak inginnya ketinggalan melihat kamu berangkat kembali ke kampung halaman untuk sementara waktu , siang terik, tanpa sarung tangan melekat. Padahal kamu tahu kan aku sangat tidak suka lupa mengenakan sarung tangan. Tapi hari itu aku lupa.

Terlambat 20menit. Aku mencari-cari dimana kamu. Nihil. Beberapa menit setelah itu, suaramu mengejutkanku, tepat dibelakangku. Dengan mimik ceria dan wajah simetris lugu yang sangat aku kenali itu sambil menggotong beberapa tas dan barang bawaan yang akan menemanimu ke kota kelahiranmu.
Banyak sekali peristiwa-peristiwa yang aku tidak ingin segera berlalu pada saat itu. Entah karena mantra apa, rasanya siang itu tidak hanya perpisahan malang yang sementara yang akan aku temui, rasanya akan ada perpisahan panjang yang benar-benar telah Tuhan siapkan. Apakah iya? No body knows. aku paling enggan sebenarnya menemani seseorang di halte bus hingga detik keberangkatannya, melihat ia menuju bus, kemudian masuk, duduk dikursi yang akan panas diduduki berjam-jam, lalu melihat kearah ku dengan senyum gontai dibalik kaca tipis itu. Ada rasa yang menggantung-gantung , entah apa. Baiklah, selamat dalam perjalanan Tuan. Semoga sampai tujuan dengan tidak kurang satu apapun. Pamit dengan beriring salam. Hatihati dijalan ya, titip pesan sama pak sopir yang perkasa itu jalannya pelan-pelan aja asal selamat. Dan semoga saja efek antimo yang tadi kamu minum bisa tahan hingga berjam-jam ya. mhehe . .

OK, semingu . . dua minggu . . tiga minggu
Tidak banyak yang diperbincangkan. Sapaan mu tidak seromantis biasa, gurauan mu sangat kaku sekali, entah apa yang sedang kamu sembunyikan. kamu seolah membiasakan aku untuk terbiasa tanpa kamu. Baiklah, awal yang baik untuk sebuah posisi drama kita sebagai “aku”. Aku paham benar jika yang kamu lakukan ini memang atas dasar kesengajaan, aku paham benar bagaimana peran “aku” di drama kali ini. Aku paham benar atas kesemuanya.
Aku tidak ingin berlama-lama di zona aman. Usia di 20+1 ini tidak zaman lagi berlihai-lihai di zona seperti ini. Tidak prioritasnya lagi. Dengan segala perhitungan dini hari disambut pipi yang basah dan kantong mata yang sangat besar waktu itu, usai berbincang lembut dengan Sang Pemilik Rasa ini, aku memilih untuk segera mengakhiri kita yang sedang bahagia-bahagianya ini. Maafkan Tuan. 

Pergilah, pergilah Tuan kerumah lama yang ingin kamu singgahi itu. Jagalah hati agar jangan sampai kamu ingin kembali kesini suatu hari nanti. Karena, bilapun yang hilang telah dizinkan Tuhan untuk kembali ditemukan, bilapun yang ditinggalkan hatinya digerakkan kembali oleh Tuhan untuk bersedia memberi lagi kesempatan suatu saat nanti. Tidak ada yang mampu memprediksi.
kamu boleh kembali kesini jika tidak kamu temukan rumah yang nyaman disana. Kembalilah jika memang Tuhan menggerakkan hatimu untuk kembali, kembalilah jika sosok mu sudah merasa cukup sebagai pribadi yang bijaksana. Kamu sudah tahu alamat rumah ku kan? Dengan senang hati, aku menunggu. 

Tiga minggu setelah keberangkatan malang

Komentar

Postingan Populer